Jumat, 06 Maret 2015

Chalk Zone




Pernahkan kau berpikir bahwa salah satu animasi Nickelodeon berjudul ChalkZone, dengan karakter utama bernama Rudy Tabootie hanyalah animasi biasa?
Kalau begitu kau harus membaca kisahku.
Jadi murid SMA kelas XII benar-benar membosankan.Kau harus memikirkan tugas ini itu,belum lagi waktu belajar yang hanya sebentar .Kau tahu kan?benar-benar membosankan. Tapi semua berubah sejak kehadirannya.Berubah drastis.

"Anak-anak perkenalkan teman baru kita,Nadine.Dia pindahan dari luar kotar .Nadine beri salam pada teman-temanmu."Kata bu Dessy wali kelasku.

"Mm,halo semua namaku Nadine "Sapanya.

Benar-benar cantik,dengan make up yang tidak cukup tebal, dengan rambut bagian tengah diikat keatas yang lain dibiarkan berderai ,bibirnya berwana pink .Dan dia memakai sweater berwarna biru muda.Semua teman ku benar-benar terperangah dengan penampilannya.Termasuk aku.

"Halo juga,namaku Fallen"Ucapku reflek.
Seketika semua memandangku,dan mulai menyorakiku.

"Huuuu..." Aku hanya senyam senyum seperti orang bodoh.
Kulihat diapun tersenyum padaku,benar-benar cantik.

***
 Dua bulan berlalu semenjak kehadiran Nadine. Aku semakin lama semakin dekat dengannya,karena dia duduk tepat di sebelah bangku ku.Aku banyak tahu tentang dirinya.Bisa dibilang saat ini aku adalah teman terdekatnya.Melebihi teman wanita yang lain.Tapi jujur dia tidak tanggap dalam belajar menurutku agak 'terlambat' dalam belajar.Bahkan aku, yang teman-temanku bilang aku bodoh.Masih lebih cepat dalam menangkap pelajaran dibanding dia.
Waktu istirahat pun tiba,kuajak Nadine ke kantin sekolah.

"Nad,ke kantin yuk?"Ajakku

"Mm,boleh,yuk"jawabnya setuju.
Kamipun tiba di kantin,Kupesan minuman kesukaanku.

"Kamu mau minum apa?"tanyaku.

"Mmmh,ga usah ah,aku ga mau ngerepotin kamu."

"Gausah canggung gitu,kayak gak kenal aku aja. Cil minumannya dua ya"pintaku ke Acil kantin.

"Mm,bener Fal, ga usah" katanya

Dua gelas jus Alpukatku dengan taburan coklat cair diatasnya.Yummi, langsung kuminum jusku
Kulihat Nadine hanya memperhatikan gelasnya saja,bahkan menyentuh pun dia enggan.

"Kenapa?ga suka ya?"tanyaku lagi.

"Eng enggak kok,Suk-suka.Cuma aku lagi batuk. jadi kayaknya nggak dulu,maaf ya"

"Yah,kan udah dipesenin. Jadi mubazir dong minumannya "kataku kecewa.

"Gapapa,buat kamu aja deh,hehe"katanya sembari tersenyum manis.

"Yee,ini kan aku yang beli"

Kamipun tertawa bersama.Kemudian teman sekelasku Roni masuk ke kantin. Kulihat dia menatap Nadine cukup lama sampai ke bangku kantin.Kulihat Nadine tertunduk.Padahal barusan kami tertawa riang.

"Kenapa Nad?Ko jadi lesu gitu?"tanyaku penasaran

"Gapapa ko Fal,aku ke kelas dulu ya"pintanya sambil tetap menunduk.

"Yaudah nanti aku susul"Kulihat Roni masih memperhatikan Nadine sampai ke pintu keluar.Aku rasa dia
suka pada Nadine.

Cih,jangan harap bisa dekat sama Nadine, selama aku masih hidup,kataku dalam hati.

"Teeeet....teeet..."

Bel tanda berakhirnya kesengsaraanku disini.Aku harap aku bisa cepat pulang,dan main warnet dengan
game favoritku .Tapi kulihat langit mulai tak bersahabat.Agak mendung.Kuajak Nadine pulang bersamaku.

"Yuk Nad cepet pulang sebelum hujan"

"Mm,kayaknya aku nunggu hujannya berhenti aja deh."jawabnya.

"Yailah Nad,ini belum hujan,cuma masih mendung.Ayok keburu hujan." kataku

"Ga ah,nanti takut kehujan di jalan"jawabnya

"Gapapa,nanti kita tinggal berteduh aja kalo hujan "

"Kamu duluan aja deh,aku nanti tunggu hujan turun dulu"katanya sembari tersenyum.

"Cepet Nad sekolah udah sepi,aku takut kamu kenapa-napa"

"Aku baik-baik aja ko Fal, aku beneran.Kamu duluan aja"katanya lagi.

"Yaudah,aku bakal nunggu bareng kamu deh sampe hujannya selesai turun"Jawabku kesal.

"Ko kesel gitu keliatannya,kalo mau duluan ya duluan aja"jawabnya sembari cemberut.

"Yaudah aku duluan aja kalo gitu,daaah"

"Eeee Fallen mau kemana?tungguin aku"pintanya.

"Loh tadi katanya suruh aku duluan, yaudah aku duluan."Jawabku

"Eh mm, aku kan cuma bercanda,jangan tinggalin aku ya, hehe"

"Iya tuan putri "candaku

Kamipun kembali tertawa.Kulihat seseorang mulai mendekat ke koridor tempat kami berada.Semakin dekat.Kemudian Nadine memegang tanganku sangat erat dan mulai tertunduk lagi.Itu adalah Roni,kulihat dia membawa sebuah kapur tulis ditangannya sembari bersiul.Sekalipun teman sekelas tak kusapa dia sedikitpun,orang yang aneh.Dia lalu berbelok ke ruang belakang perpus tempat praktek seni
Kuperhatikan Nadine masih menunduk, tangannya mulai dilepaskan.Hujanpun mulai turun.Diiringi petir yang silih menyambar.
Ada apa sebenarnya antara kalian berdua.



[Chapter.2]

***sekolah**

"Saya rasa belum pak,karena belum ada laporan dari pihak Kepolisian.Dan keluarga pun belum mengabari lebih lanjut"kata bu Dessy.

"Anak yang malang,semoga dia cepat ditemukan,dan masalahnya cepat selesai."kata pak Kepala Sekolah
dengan nada khawatir.

"Huh,semoga saja tak ada yang menemukannya.Kuharap dia membusuk disana,haha"ucapku puas.Setelah menguping percakapan kepala Sekolah dan bu Dessy akupun kembali ke kelas

***Sekarang***

Setelah hujan reda aku ingin mengantarkan Nadine ke rumahnya.

"Udah reda nih,yuk pulang"ajakku.

"Yuk"Jawabnya senang.
 Tibalah kami di persimpangan jalan.

"Aku antar sampe rumah ya?"pintaku.

"Ng,nggak usah aku pulang sendiri aja"

"huh" ketusku dalam hati,padahalkan biar romantis.

"Yaudah,hati-hati ya"kataku

Kamipun berpisah.Selang beberapa langkah dia memanggilku.

"Mm, Fallen"

"Ya,Nad?"

"Makasih ya"katanya sambil tersenyum.

Akupun menjawabnya dengan senyum.

***

Sudah 4 hari ini Roni tak masuk Sekolah,dengan keterangan Alpha.Huh,senang rasanya,karena Nadine tidak sering murung lagi.Dia terlihat lebih ceria.Pergaulannya dengan teman lain pun semakin berkembang.Kuharap orang itu tak pernah kembali lagi,doaku dalam hati.

Sekarang pelajaran olahraga.Yes,pelajaran yang paling kusuka.Karena aku jenuh dengan kata-kata,angka dan ocehan guru di kelas.Lagipula aku kan bisa show off depan Nadine.Secara ini tes Renang.Dan tak ada yang mengalahkanku dalam hal ini di kelas.Para murid dipanggil untuk melakukan tes.Ketika giliranku tiba aku bersiap.Aku ambil acang - acang ,Hah cuma 200 meter sangat mudah .Sebelum tes aku melambai dan memberi senyum pada Nadine,diapun membalas senyumku. Lancar dengan nilai tertinggi.

"Ya,seperti biasa Fal,selalu yang paling bagus."kata guruku olahragku.Kubalas dengan cengengesan.

"Giliran siswi,Nadine kamu yang pertama."

"Mm,maaf pak saya ga bisa Renang"

"Loh kok gabisa bukannya sekarang Renang jadi point utama ?"Kata pak Ummam

"Maaf pak,"jawabnya lesu.

Kuajak Nadine ngobrol di kelas.

"Kenapa kok kamu ga bisa renang Nad?"tanyaku penasaran.

"Ga bisa aja"Jawabnya ringan.

"Yaudah, mumpung masih lama istirahatnya,kuajarin ya."ajakku semangat.

"Ng,nggak ah.Malu kali Fal ,banyak temen."

"Yee,lebih malu ga bisa berenang kali"candaku.

Kuajak terus dia untuk belajar denganku,tapi dia bersikeras tak mau.Akhirnya aku menyerah.
Sudah 5 bulan berlalu semenjak kehadiran Nadine.Aku semakin dekat pula dengannya.Dan bahkan hal-hal yang seharusnya bersifat pribadi untuk diketahui pun aku mengetahuinya.Seperti warna kaus kaki favoritnya,dan boneka kesukaannya .Dia berbagi semua hal padaku. Kecuali dua hal.Ketakutannya pada air,dan Roni.

Sore itu sepulang sekolah, kami membantu bu Dessy mengecek tes harian milik kelas lain.Kami mengobrol kesana kemari,sembari bercanda,tertawa riang.Kulihat Nadine pun sangat senang berada dekat bu Dessy,dia pernah bilang kalau dia menganggap bu Dessy seperti ibunya sendiri. Keadaan berubah, Roni masuk ke kelas.Huh,kirain dah mati ni anak,seminggu alpha,minimal dikeluarin lah, F*ck

"Ada yang bisa saya bantu bu?"tanyanya.

"Oh iya Ron, tolong Ibu cek soal ini ya,soalnya lumayan banyak,dan jadwal remedi nya agak dipercepat,jadi harus sudah siap besok.Duh ibu bingung banget "kata bu Dessy sembari menunjukkan gaya yang agak lucu menurutku.

"Baik bu"jawabnya sembari duduk disamping Nadine.Kulihat Nadine mulai tak nyaman, tertunduk dan gemetar lagi.

"Nad,sini tuker tempat duduk"kataku.
Nadine berdiri hendak bertukar tempat duduk denganku.

"Udah duduk disini aja,aku ga gigit ko"canda Roni dengan nada datar.
Nadine pun mengurungkan niatnya,dia duduk kembali.

"Udah cepet duduk disini! "kataku dengan nada sedikit keras.

"Udah disini juga gapapa kok,sama aja kan?"Kata Nadine sembari tersenyum kecut.
Bu Dessy yang melihat keadaan ini, mencoba mencairkan suasana dengan candanya.Tapi tak berhasil.Semuanya berubah canggung.
Hingga selesai mengecek soal Nadine masih tertunduk lesu.
Bahkan hingga kami pulang. Di persimpangan jalan itu kutanya Nadine

"Nad,aku mau kamu jujur sama aku sekarang!"kataku

"Ada apa Fal?"tanyanya lemah.

"Sebenarnya ada apa kamu sama Roni?"

"Ng,ga ada apa-apa ko"jawabnya masih menunduk.

"Bohong,setiap kamu deket ato liat Roni pasti kamu langsung murung"kataku dengan nada agak sedikit keras.

"Bener ga ada apa-apa Fal"

Kupegang kedua bahunya.Dia masih menunduk.

"Nad,liat aku kalo lagi ngomong sama kamu!"bentakku.

Diapun mulai menangis.Perlahan dia mulai memandangku.Tapi apa yang kulihat benar-benar membuatku terkejut.Yang keluar dari matanya bukanlah air,melainkan debu,debu berwarna putih.Diapun mulai bicara.

"Baik,aku akan jelasin semuanya."


[Chapter.3]

Pintu kelas diketuk. Seseorang masuk ke dalam kelas, dengan raut wajah sedih. Kepala Sekolah, Pak Resbana.

"Kepada para siswa siswi yang bapak cintai, Bapak punya kabar duka yang akan Bapak sampaikan..."

'Ah sial, ko cepet banget sih' Ketusku dalam hati.

Mendengar perkataan Kepala Sekolah, beberapa temanku terlihat shock dan seolah tak percaya apa yang terjadi.Tapi tidak denganku. Bisa dibilang aku tak terlalu peduli. Dia pantas menerimanya, orang jahat itu pantas menerimanya.

"Iya ya, Nadine juga ga masuk sekolah beberapa minggu ini" bisik temanku yang bernama Felly pada Rani.
Tiba-tiba kuingat Nadine. Ingatanku pun menerawang, mengingat pertemuan kami berdua.Dia terlihat sangat gembira, sangat bahagia.
Ya,Nadine.

********

"Baik, aku akan jelasin semuanya"

Kuajak dia duduk di bawah pohon. Dia merangkul lututnya, aku duduk tepat di sebelah kanannya, siap mendengar penjelasannya.

"Aku bukan berasal dari dunia ini"
Tiba-tiba tubuhku gemetar ketakutan.

"Ja..ja..di, kamu adalah... " Jawabku gugup.

"Tenang saja, aku bukan hantu kok" Jawab Nadine dengan nada datar dan serius.Aku kembali mendengarkan.

"Aku memang bukan berasal dari dunia ini, setidaknya... bukan dari dimensi ini"
Aku benar-benar seakan tak mengenal Nadine yang dulu, nada bicaranya begitu serius, begitu dalam.

"Aku berasal dari dimensi kapur, atau bisa kau bilang dunia kapur".lanjutnya

"ppffft... Maksudmu dunia Chalk Zone,yang tokohnya Rudy Tabooty , Snap, itu yah itu memang dunia yang indah" Kataku bercanda sambil menahan tawa.
Tapi respawn Nadine benar-benar membuatku segera diam.Dia hanya memandangku, sangat dalam, sangat sedih.

"Fal, apa kau percaya padaku?"
Aku hanya diam. Kemudian dia mengambil sebuah batu dan menggoreskan jarinya diatas batu tersebut. Terlihatlah tanda seperti tanda yang dibuat kapur tulis.
Aku kembali diam.

"Aku percaya padamu" kataku serius.

"Terima kasih" Jawabnya sembari tersenyum, tapi bukan senyumnya yang dulu.

"Duniaku jauh dari kata menyenangkan. Disana hanya ada warna putih dan putih. Tak ada lagi yang dapat kau lihat selain warna putih. Bahkan kau tak dapat melihat tubuh yang lain atau tubuhmu sendiri. Tapi kau dapat merasakan kau ada, dan kau tak sendiri. Hanya saja kau tak dapat melihatnya". Katanya sembari melihat langit.

"Disana dapat kau rasakan kesedihan, kesedihan yang sangat dalam dan panjang. Penuh dengan penderitaan dan keputus asaan."

"Gimana kamu bisa keluar ?" tanyaku.

"Roni , Roni yang mengeluarkanku. Dan ketika aku keluar dari sana, saat itu pula aku tahu bahwa Roni yang menciptakanku. Aku terlahir karena ambisinya." Lanjutnya.

"Terus gimana cara dia ngeluarin kamu?"

"Perjanjian dan pengorbanan "ucapnya

"???" aku mengerutkan dahi.

"Ketika dia menciptakanku, dia menggunakan 4 alat khusus. Kapur, papan tulis, penghapus dan buku perjanjian. Semuanya bukan alat biasa yang dapat kau temukan secara mudah. Akupun tak tahu dia mendapatkannya dari mana."

"Bisa dijelasin cara kerjanya?"

"Awalnya Roni menggambarku di papan tulis, kemudian dia menghapus gambarku. Dia membacakan mantra yang ada di buku tersebut. Pada tengah malam aku bangkit di atas tanda bintang. Disana dia telah menungguku, kami melakukan perjanjian, dia meneteskan darahnya diatas buku tersebut aku menggoreskan jariku sebagai tanda menyetujuinya." jelasnya panjang lebar.

"Kalo boleh tahu apa perjanjiannya?"

"Aku harus menuruti semua perintahnya, dan waktu hidupku di dunia ini ada di tangannya. Artinya, jika dia menginginkanku untuk kembali sekarang, aku harus kembali sekarang."
Tapi kalo Roni ga suka hubunganku sama Nadine, kenapa dia ga menyuruh Nadine pulang aja ke dunianya?

"Ok, tapi yang buat aku bingung, kalo Roni yang ciptain kamu, harusnya kan kamu deket sama dia, bukannya takut sama dia."

"Roni hanya buat 2 syarat saja untukku.Aku bebas menjalani kehidupanku sendiri.Itu karena, semakin besar
syarat yang diajukan,semakin besar pula pengorbanan yang harus dilakukan.Dan masalah ketakutanku padanya..."
Dia menghentikan sejenak bicaranya.

"Aku takut dia menyuruhku untuk menyakitimu..."
Jawabannya membuatku terkejut. Aku memalingkan wajahku ke arah lain.

"Apa yang terjadi kalo kamu ga nurutin dia?" tanyaku.

"Aku akan musnah menjadi debu."

"Kalo gitu kenapa kamu menyetujui perjanjian itu?" tanyaku dengan perasaan kesal, marah dan sedih jadi satu.

"Kau tahu,pertama kali aku keluar dari dunia kapur, aku benar-benar bahagia. Sangat bahagia. Aku bahagia bisa melihat kehidupan lain, melihat warna warni dunia, melihat langit, bintang, melihat senyum, canda tawa dan..."
Dia menatap mataku.

"Aku bahagia bisa melihatmu..."

Deg... deg... deg.... Kurasakan darahku mengalir sangat deras. jantungku berdegup kencang, perasaan bahagia, sedih, terharu jadi satu. Tanpa kusadari air mataku mengalir. Bahkan aku tak dapat merasakan air mataku meleleh di pipiku. Benar-benar perasaan yang aneh. Tiba-tiba dia mengulurkan tangannya ke wajahku, dan menghapus air mataku. Sedikit jarinya meluruh, seperti butiran kapur yang remuk. Pipiku jadi berwarna putih karenanya. Kupegang tangannya, dan menjauhkannya dari wajahku.

"Hentikan menyakiti dirimu sendiri" ucapku.

"Tidak, rasa bahagia ini lebih besar dibandingkan rasa sakitku "

"Nadine... " ucapku pelan.

"Maafkan aku ya kalo selama kehadiranku di dekatmu bikin kamu kesel dan marah " Katanya sembari
 tersenyum, senyumnya yang dulu.

Aku tak ingin bertanya lebih banyak tentang kehidupannya yang lain, karena aku sudah banyak tahu.Yang belum kutahu, hanyalah tempat tinggalnya dan bagaimana caranya bisa masuk ke sekolah ku. Aku tak ingin terlalu tahu.

"Pasti ada cara" kataku bersemangat.

"Cara?" Tanyanya heran.

"Pasti ada cara membatalkan perjanjiannya, gimana kalo kita bakar buku perjanjiannya atau... Atau aku bunuh saja Roni?" kataku bersemangat.
Senyumnya hilang digantikan dengan mata sayu dan nada bicaranya yang pelan dan sedih.

"Kalau salah satu media pemanggilku dihancurkan, maka bersama dengan itu aku akan hancur. Termasuk Roni. Kalau dia dibunuh, aku akan hancur bersamanya."

"Siall.." Umpatku.

" Tak apa Jun, mungkin ini sudah nasib aku. Lagipula dunia kita beda Sampai kapanpun, kita ga akan bisa bersatu. Kamu dengan hidupmu, aku dengan kehidupanku sendiri."

"Nggak Nad, pasti ada cara. Kamu pasti tahu kan? Aku tahu pasti ada. Tolong Nad, jangan bilang ga ada cara. " Kataku sembari memegang bahunya lagi.

"Sebenarnya ada satu cara..." jawabnya sendu.

"Bukk..."

Seseorang memukulku, dari belakang akupun ambruk.Kulihat Nadine berjalan pergi bersama seseorang, dia memanggilku, tapi terus berjalan bersama orang itu. Akhirnya ternya Roni sialan.

****
Esoknya disekolah, kulihat bangku Nadine kosong. Begitupun Roni. Seharian di sekolah, aku tak bisa konsentrasi. Hanya Nadine yang ada di pikiranku.

"Tut..tut..."Sms masuk ke ponselku. Kubaca isinya

"Kau merindukannya bukan? Temui aku sepulang sekolah."

Pasti Roni. Sepulang sekolah ketika sekolah telah sepi, dia datang. Tapi Nadine tak bersamanya, kulihat dia di seberang lapang. Membuat isyarat agar aku mengikutinya. Dengan langkah cepat kuikuti dia. Dia masuk ke ruang praktik seni. Kemudian dia berjalan ke belakang panggung. Tak kualihkan pandanganku padanya. Ruang ganti. Terus kuikuti dia hingga ke tempat yang bahkan tak kuketahui. Begitu berantakan dan berdebu, sepertinya tak dimasuki bertahun-tahun.
Dia masuk ke sebuah pintu. Tetap kuikuti.Ada tangga ke bawah, cukup panjang. Dan terakhir kulihat dia berjalan di lorong yang cukup besar. Dengan sebuah pintu besi yang terlihat sangat kokoh. Kurasa ini bekas bangunan lama. Dia masuk ke pintu besi tersebut.Ruangan yang cukup luas. Ketika aku masuk, kulihat Nadine disana. Duduk di sebuah kursi, dengan tatapan kosong ke depan.
Aku berlari menyambutnya. Tapi sebuah kaki melayang ke wajahku. Akupun tumbang. Pusing sekali, kupegang bibir dan hidungku, berdarah. Sialan!, orang itu lagi.

"Bukannya lo suka sama Nadine? " tanyanya seakan menantang.

"Nih Nadine titip salam!" Katanya sambil berlari dan menendang wajahku.
Mataku babak belur, kurasa. Tendangan dengan sepatun jungle nya tak bisa diremehkan.Akupun bangkit.

"Ber*ngsek lo. Mati lo sekarang!! " Kuberlari, berusaha tuk memukulnya.Tapi dengan sigap dia menghindar dan meninju perutku.

"Hekkk..." Kulihat mulutku mengeluarkan darah.

"Jadi cuma segini doang? Gimana bisa lo lindungin Nadine kalo berkelahi aja masih kayak anak SD, main jambak-jambakan. Hahaha " tawanya puas.
Aku terjatuh tepat di depan Nadine. Tapi seakan dia tak melihatku.Dia hanya diam dengan tatapan masih lurus kedepan.

"Nadine.. "
Kulihat lagi debu itu. Debu berwarna putih dari matanya. Dia menangis! tapi tak melakukan apapun.

"Nadine... "Jawabku sembari menahan sakit.

"Lo apain Nadine Kep*rat" Aku bangkit dan langsung menyerangnya, kuserang dia dengan pukulanku. Sekalipun dapat menghindar, tapi jika bertubi-tubi seperti ini diapun tak mampu berkutik. Terakhir kutendang dia tepat di ulu hatinya, bukan sesuatu yang bagus. Dia langsung muntah darah, dan kesulitan berdiri.
Kuhampiri Nadine, dan kubelai rambutnya. Dia masih tak merespawn.

"Nadine, Aku mohon sadar." pintaku sembari menangis.

"Dia dibawah perintah gue." Kata Roni sembari bersandar ke tembok dalam posisi berbaring.

"Sh*t!!, cepet sadarin dia" Perintahku sembari berlari dan memukul wajahnya.

"haha, uhuk uhuk... Bunuh gue aja sekalian." Tawanya sembari menahan sakit.

Kusiapkan tinjuku, hendak memukul tenggorokannya. Tapi tiba-tiba kuingat kata-kata Nadine. Perbuatanku dapat melenyapkan Nadine selamanya.
Kuurungkan niatku dan kembali ke hadapan Nadine, kuusap pipinya. Sial! darah di tanganku membuat pipinya yang mulus sedikit meluruh. Segera kuusap dengan bajuku.

"Heyy brayy...Uhukk..uhukk...." Ucap suara di belakangku.

Kulihat dia Roni, kondisinya kurasa sangat buruk. Dia mulai membuka kaosnya. Terkejutnya aku melihat semua yang ada di tubuhnya. Banyak sekali luka sayatan, benar-benar pemandangan yang mengerikan.

"Lo tahu? luka ini gue dapet karena gue bener-bener pengen Nadine jadi kenyataan. Dan berhasil. Bukan hal gampang buat dapetin yang lo inginin dengan sekejap mata. Diperlukan pengorbanan. Lo harus tahu itu. Dan bukan hal gampang pula, melihat pengorbanan yang kita lakuin untuk orang yang kita suka, harus kandas cuma karena dia suka sama orang lain " terang Roni.

"Kenapa ga dari awal aja lo simpen Nadine di rumah, biar gue sama dia ga pernah kenal. Biar dia cuma jadi milik lo sendiri. Kenapa lo ga suruh dia biar cinta sama lo seorang". kataku emosi sambil memegang kerah bajunya.

"Tujuan gue bikin dia jadi manusia sesungguhnya, bukan hewan peliharaan. Dan satu lagi, cinta itu ga bisa datang karena perintah. Dia datang karena usaha dan kerja keras, dia dateng dari hati. Udah gue coba perintah Nadine biar dia Cinta sama gue, ga pernah berhasil."
Dia mengeluarkan buku dari balik kaosnya. "Ini buku perjanjian gue dan Nadine."
Segera kuambil buku itu dengan kasar, kulihat goresan kapur dan darah kering di tengah halaman.

"Jawaban dari pertanyaan lo ada di halaman terakhir. " Jawabnya, sambil menahan sakit di ulu hatinya.
Kubuka setiap halaman, sambil berjalan mendekati Nadine, ternyata ini buku Iblis. Gambar -gambar ilustrasinya cukup membuat bulu kuduk berdiri. Sebelum sempat kubuka halaman terakhir, kudengar pintu ditutup.
Roni keluar, lalu mengunci pintu. Meninggalkanku berdua bersama Nadine.

"Siall!! buka pintunya,  Kep*rat !! " makiku

"Lo cinta sama Nadine, Buktiin kalo lo emang bener cinta. Dia menyelipkan pisau di bawah pintu besi tersebut. Kucoba dobrak pintu tersebut, tapi sia-sia, dengan kondisiku dan pintu yang kokoh tersebut kurasa mendobraknya hanya akan menyakiti diri sendiri.
Lalu kudengar sebuah suara memanggilku. Suara yang kurindukan.

"Fallen..."

Aku langsung berlari dan memeluknya. Memeluk Nadine.

"Tuhan Terima kasih... " ucapku bersyukur.

"Makasih udah dateng kesini Fal.., makasih banyak. " Kata Nadine lemah.
Kulanjutkan membuka halaman terakhir buku tersebut.

"Fall.. sekali lagi aku mau minta maaf, karena udah ngerepotin kamu, dan ga jujur sama kamu"
Aku masih fokus pada buku tersebut. Bahasanya benar-benar membingungkan.

"Waktuku ga banyak, Roni menyuruh aku kembali ke duniaku pukul 6 sore ini. "
Aku tak bisa berkata-kata lagi.Kulihat jam, di ponselku, pukul 5 sore.

"Kumohon Nad jangan pergi, kumohon. Aku bakal temuin jalan keluarnya."
Dia tersenyum, senyumnya yang dulu.
Aku lihat gambar ilustrasi halaman terakhir.
Kurasa aku tahu jalan keluarnya.


[Chapter.4]

"Asikk makanannya udah jadi ternyata" Ucapku sembari menggosokk kedua tangan, tanda tak sabar.

"Iya, mudah-mudahan enak " ucap Lira dengan wajah semangat.

"Aku cicipin ya"

Gigitan pertama,
"hoekk..", baru sampai mulut, aku sudah mau muntah lagi.

"Kenapa? pasti ga enak lagi ya?" Jawabnya sambil cemberut.

"Nggak nggak. ini enak banget, bener, cuma kurang garem sedikit lagi" Jawabku berbohong.

"Yaudah aku ambil garam dulu ya" Jawabnya sangat bersemangat.

"Eee gausah " Kataku, tapi terlambat, dia keburu pergi kedapur.

Kubuka sebuah diary dari buku catatan IPS itu lagi, dan membacanya.
Gadis yang bersemangat.Bukan hal mudah, hidup bersamanya, dengan kondisinya yang masih tak mengerti banyak hal.Tapi untuk bisa bersamanya, membutuhkan perjuangan dan perat ngorbanan.Ya itulah cinta.

"Ini garamnya" Katanya sambil tersenyum
Dialah orang yang kucintai.

********

Kulihat buku itu, ternyata memang ada jalan keluar. Disana tergambar wanita yang keluar, dari lambang bintang. Kubuka lagi, dia bersama pria. Kurasa orang yang mencintainya.Sang pria meneteskan darah ke sebuah buku.Kubuka lagi, kemudian sang pria dan wanita menikah. Tapi tunggu, wajah sang pria berubah.
Ah mungkin hanya salah gambar.Kubuka lagi halaman selanjutnya, sang pria dan sang wanita, memiliki seorang anak.
Aku mengerti
Ternyata Nadine bisa menjadi manusia seutuhnya. Dengan pengorbanan. Kuambil pisau milik Roni, kuiris telapak tanganku,dan meneteskan darahku diatas buku tersebut, darahku tiba-tiba lenyap, seolah buku itu menghisapnya.Kutunggu beberapa saat, tak ada yang terjadi.Tapi kulihat Nadine tak sedikitpun terlihat optimis akan hal yang kulakukan.

"Hentikan...Fall...!, hentikan menyakiti dirimu sendiri" jawabnya sembari mengambil dan menjatuhkan pisau di tanganku.

"Tap..tapi, liat ini Nad, ada harapan.Kamu bisa jadi manusia dan ga perlu kembali ke sana.Kamu bisa hidup denganku disini. "

"Kamu inget apa yang kubilang?" ucapnya.

"Ya, semakin besar syarat yang kau ajukan. Semakin besar pengorbanan yang dilakukan. Aku tahu".

Kuhentikan bicaraku sejenak dan mengangkat dagunya, agar dia menatapku.

"Tapi itulah cinta. Jika kau ingin memperjuangkannya. Kau harus berkorban. Meskipun.... nyawa
taruhannya."
Kubuka kembali buku tersebut. Aneh. Tiba-tiba gambar tadi menghilang. Ku cek ulang di semua halaman. Hilang.

"Sh*t!!. Dimana gambar tadi?" umpatku kesal.

"Fal.., dengerin aku" Jawabnya dengan nada serius lagi.
Kutatap matanya dalam.

"Aku memang bisa jadi manusia. Dengan cara, pengorbanan dari orang yang benar-benar kucintai. Yaitu dengan darah. Masalahnya, kamu ga tau berapa darah yang harus ditumpahkan, hanya agar aku bisa melihat dunia ini?" jelasnya.

"Kamu lihat, luka di perut Roni?" tanyanya.

Kuanggukkan kepala tanda mengingatnya.

"Untuk menghidupkan dan memperpanjang umurku, dia memerlukan darahnya sendiri. Dan dia harus melakukannya setiap malam bulan purnama merah."Nadine melanjutkan bicaranya.

"Aku mengerti.  Itu sebabnya dia tak sekolah satu minggu. Dia dirawat karena kekurangan banyak darah."

Nadine masih melanjutkan bicaranya.
"Aku memang bisa jadi manusia. Hanya saja..."

"Hanya apa Nad, hanya apa?" tanyaku tak sabar.

"Ketika aku menjadi manusia. Ingatanku akan kehidupanku semasa sekarang. Akan terhapus. Dan aku akan terlahir kembali layaknya bayi yang tak tahu apapun." ucapnya.
Aku hanya terdiam menatapnya. Menatap orang atau 'sesuatu' yang kucintai.

"Jadi, untuk apa kau berkorban untuk sesuatu yang akan melupakanmu kelak?" Ucapnya sembari tersenyum.
Aku terdiam dan berpikir keras.

Tak terasa 15 menit berlalu.
30 menit berlalu.

"Ah, siallll...!!!" kataku sembari memukul pintu.

"Kenapa? Kenapa kita dipertemukan. Kalo akhirnya cuma kayak gini? "Kataku
Dia hanya tersenyum, kemudian kembali murung.

"Pasti ada jalan." Kuambil pisau tersebut, dan mulai mengiris telapak tanganku lagi. Sakit sekali memang. Kuteteskan diatas buku tersebut. Hilang.

"Fallen... cukup..!!" Bentak Nadine.
Kupungut buku tersebut dari lantai. Kubuka kembali.

"Sh*t " Masih tak ada apapun, gambar tadi tak muncul lagi. Kulempar buku tersebut ke dinding.

"Tak apa Fal, semuanya memang harus berakhir begini.Setidaknya, selain aku , kayaknya banyak yang suka sama kamu " Katanya sembari tersenyum manis.

"Nadine... "

"Kulihat Dini cukup cantik, aku tahu dia cemburu liat aku deket sama kamu " Katanya sambil tersenyum, seolah mengajakku bernostalgia akan masa-masa kami dulu.

"Atau Lia, dia juga baik, Dia suka kasih contekan ke kamu. Padahal ke aku ga pernah.Kayaknya dia juga suka sama kamu "

"Nadine.. "

Tiba-tiba aku malah terbawa suasana dan mulai, membalas candaannya.

"Gimana dengan Juna dia pernah nembak kamu kan, haha " kataku .

"Eh siapa bilang? Ng..ngak ko " jawabnya grogi.

"Bohong, tuh kamu grogi. Aku tahu dari Laura, hahaha " Kami berdua tertawa bersama. Seolah tak peduli akan apa yang terjadi sebentar lagi.

Tersisa 10 menit.

"Nad, aku tahu ini perpisahan. Tapi aku janji, kita bakal ketemu lagi" Kataku.

"Gapapa Fal. Kalaupun kita ga ketemu lagi, setidaknya di duniaku kelak..."

"Aku punya sesuatu buat dikenang."lanjut nadine

Dia tersenyum kembali, senyumnya yang kurindukan. Sempat dalam hati ku menyesali pertemuanku dengannya. Oh Tuhan, kenapa kau biarkan semua ini terjadi?. Tapi sesaat kemudian aku sadar. Bahwa cinta bukanlah bagaimana caramu mempertahankannya. Tapi bagaimana caramu untuk merelakannya. Dan biarkan cinta itu menentukan jalannya sendiri.
Kupeluk dia dengan erat. Kurasakan detik demi detik berlalu begitu cepat. Ingin kubisikkan kata yang selama ini kupendam. Kata yang selalu ingin kuucapkan ketika aku tertawa bersamanya, ketika aku menangis bersamanya, ketika ku kesal padanya, ketika hari ini kuharapkan tak pernah ada.

"Nadine... "

Tiba-tiba tubuhnya berpendar layaknya debu yang beterbangan.

"Udah waktunya Fall... "
Diapun melepas pelukanku. Dan berjalan ke arah dinding. Aku tak dapat berbuat banyak. Kulihat dia menatapku dan tersenyum padaku. Senyumnya yang dulu.

"Terima kasih Fallen..."

Diapun masuk ke dalam dinding tersebut. setelahnya kulihat sebuah gambar di dinding tersebut. Gambar sesosok wanita, menunjukkan senyum. Senyumnya yang indah. Tapi dari senyumnya tersebut dapat kurasakan pula kesedihan yang sangat dalam. Saat itulah air mataku mengalir.

"...Aku mencintaimu..."

Berjam-jam ku diam di tempat ini. Berharap seorang membuka pintu, tapi percuma. Ruang ini jauh . Tak ada yang mendengar ucapan minta tolongku.Dan lagi, kurasa hanya penjaga sekolah dan orang yang terlibat dalam pembangunan sekolah yang tahu letak ruang ini. Kulihat ponselku, tak ada sinyal. Hanya lampu redup yang menemaniku saat ini. Dan gambar dari orang yang kucintai.
Ditengah keputus asaanku.Sebuah suara memanggil.

"Hey..!!"

Kusambut dengan semangat suara tersebut. Tapi yang kudapat hanya sosok yang mengurungku di tempat ini.

"*Ber*ngsek cepat buka pintunya" emosiku langsung naik.

"Tenang dulu. Gue cuma mau kasih jalan keluar doang kok."

"....." aku mengernyitkan dahi.

"Nih" Dia menyodorkan sebuah kapur dan gambar dari secarik kertas ke bawah pintu.

"Gambar pentagram tersebut dan mantra yang ada di sekelilingnya dengan kapur itu.Sisa petunjuknya ada di buku." perintahnya.

"Buku setan lo ga ada gambarnya F*ck" Umpatku.

"Tunggu sampe tengah malem" Katanya sambil berlalu pergi.

"Woi mau kemana lo Ber*ngsek. Buka pintunya."

Apa dia bohong? Apa buku itu cuma omong kosong? Ah entahlah.
Tapi dalam hatiku seolah menyetujui permintaannya.Karena Nadine. Kugambar apa yang ada di secarik kertas itu.
Kutunggu hingga tengah malam tiba. Kulihat ponselku, hanya beberapa menit lagi. Kuambil buku tersebut.
Tepat pukul 00.00
Kubuka buku tersebut. Ternyata benar semua gambarnya kembali. Tapi yang membuatku heran kenapa gambarnya berubah? Halaman terakhir itu, gambarnya tak sama seperti sebelumnya. Tapi dapat kubaca dengan jelas maksudnya. Jika aku ingin Nadine menjadi manusia. Setiap tengah malam, aku harus meneteskan darah pada kelima titik bintang tersebut dan membaca mantranya. Anehnya kini aku dapat membaca buku tersebut. Dan aku harus melakukannya hingga bulan purnama merah tiba. Kalau tak salah ingat, bulan purnama merah terjadi 2 kali dalam setahun dalam 2 bulan, berturut-turut. Bulan kemarin di tanggal yang sama dengan hari ini, Roni alpha 1 minggu. Kurasa tak lama lagi Bulan purnama merah terjadi.
Kulakukan apa yang buku tersebut perintahkan.Beberapa hari, kuteteskan darahku diatasnya. Tapi tak kunjung terjadi apapun. Sudah hampir satu minggu. Kulakukan hal yang sama. Tak pernah terjadi apapun. Sial, mungkinkah dia bohong? Dalam satu minggu ini. aku dapat bertahan karena seseorang memberiku makan setiap aku bangun pagi. Aku rasa itu Roni.Tapi mana mungkin dia mau berbaik hati padaku, dan repot-repot menyiapkan sarapanku.

Satu minggu dengan meneteskan darah, benar-benar membuatku lemas. Badanku kini kurus, dan darah sulit keluar dari pembuluh darahku. Sekalipun kusayat bagian tubuhku dengan dalam. Mereka tak kunjung keluar. Akhirnya hanya ada satu sumber darah yang membuatku. Masih tetap hidup. Urat nadiku. Aku benar-benar sudah kehilangan akal sehat,sudah lupa akan dunia luar ,aku lupa dengan keluarga dan teman teman dekatku, hanya Nadine yang selalu ada di pikiranku setiap hari. Hari ini tengah malam, kusayat kedua urat nadi di tanganku. Dan kuteteskan diatas tanda iblis tersebut. Akupun menelungkp diatas tanda tersebut. Sambil tetap menulis diatas buku IPS yang kubawa bersama tasku.Kulihat gambar Nadine, perlahan hilang.

"Nadine... "

Kubuka kembali buku iblis tersebut. Gambar terakhir kini berubah. Gambar dengan seseorang terbaring diatas tanda bintang, dengan nyawa keluar ditarik oleh sesosok bersayap dan bertanduk mengerikan.
Kini sambil menunggu sesuatu terjadi. Tetap kutulis buku catatan IPS ku layaknya diary yang menemani setiap hariku di tempat ini.Dengan harapan, ketika Nadine bangkit, dia bisa membacanya dan mengingat memori kami berdua.
Aku semakin lemas. Badanku....

*****

"Katanya mau ditambah garam. Ini garamnya" Katanya bersemangat.

"Eeh nggak nggak cukup,udah enak kok" kataku sambil berpura-pura mengunyah sesuatu.

"Pasti ga enak lagi ya... " Raut wajahnya tiba-tiba berubah, seolah ingin menangis.

"Eeh jangan Nangis Lira, ini enak kok. Tinggal butuh sedikit latihan lagi aja. jangan nangis ya. "Ucapku menghiburnya.

"Yaudah Lira latihan lagi ya " mimik wajahnya berubah ceria lagi, dan kembali masuk ke dapur.

Buku diary ini milik seorang temanku. Fallen namanya, polisi menemukan mayatnya di ruang bawah tanah di sekolah. Bunuh diri, dugaan mereka . Diary ini Kuambil sehari setelah dia meninggal.Sekalian menjemput seseorang di sana.Juga untuk menghilangkan barang bukti. Sekalipun bukan aku pembunuhnya.
Ini adalah 5 tahun setelah kematiannya.5 tahun pula aku bersama orang yang kucintai.
Oh ya, perkenalkan. Namaku Roni.Aku suka sekali animasi ChalkZone. Dan aku tak menganggap itu animasi biasa.
Karena animasi tersebut aku terinspirasi akan cinta sejatiku.Oh ya lupa.Orang yang membuatkan makanan ini adalah tunanganku. Dia sebatang kara, tapi aku sangat mencintainya. Dia adalah masa depanku, impianku, cintaku .Namanya adalah Lira.
Yang dulunya bernama Nadine.
Ini adalah kisahku.

-END-

Don't brick yourself
*Bad ending? I dont think so.

Tamfandanberani.blogspot.com

C : Riswan
S : Junay Prahardani